Senin, 19 April 2010

Agresi Militer Belanda II

PBB ikut membantu menyelesaikan masalah antara Indonesia dengan Belanda dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari merika Serikat (Frank B. Graham), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Richard C. Kirby (Australia). KTN mengusulkan agar Indonesia mengadakan Perundingan Renvile yang diadakan di Geladak kapal Angkatan laut Amerika Serikat USS Renvile yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Hasil perundingan tersebut ditandatangani tanggal 17 Januari 1948. Ternyata akibat perjanjian ini membuat wilayah Indonesia semakin sempit, perekonomian Indonesia juga semakin dipersulit oleh Belanda.
Langkah yang diambil Indonesia untuk memperbaiki keadaan adalah:
1. pasukan Siliwangi sebanyak 35.000 tentara melakukan hijrah dari jawa barat ke jawa tengah
2. Mengerahkan tentara untuk menghadapi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun yang dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifuddin
Ternyata terdapat kesalahan penafsiran isi perjanjian Renvile antara Indonesia dan Belanda, yaitu:
1. perbedaan penafsiran garis van mook yaitu garis batas antara wilayah Indonesia dan wilayah pendudukan Belanda.
2. perbedaan penafsiran mengenai pemerintahan sementara Republik Indonesia Serikat
Tanggal 13 Dseember 1948, Drs Moh. Hatta meminta agar KTN mengadakan perundingan kembali, namun dengan sombong Belanda menolak ada perundingan lagi, ini disampaikan oleh perwakilan Belanda yaitu Dr. Beel tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30 WIB. Belanda mengkhianati isi perjanjian renvile. Pihak Indonesia tidak dapat mengabarkan hal ini ke Yogyakarta karena saluran telepon diputus oleh Belanda.
Pada 19 Agustus 1948 pukul 06.00 Wib terjadi Agresi Militer Belanda II. Belanda menyerang Yogyakarta dan sekitarnya melalui Udara. Lapangan terbang Maguwo dikuasai Belanda. Presiden, wakil presiden dan pejabat Indonesia diculik Belanda dan dibuang ke Bangka-Belitung. Namun pihak Indonesia menghadapi Agresi dengan tenang. Pada hari itu juga, Indonesia mengadakan sidang kabinet dengan hasil:
1. Mentri kemakmuran, Mr. Syarifudin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
2. Jika Syarifudin tidak berhasil membentuk PDRI, maka MR.A.A Maramis yang sedang berada di India, membentuk PDRI di India
3. Presiden dan wakilnya tetap di ibu kota untuk selalu dekat dengan KTN
4. Jika Belanda menyerang maka pemerintah menyingkir ke luar kota dan memimpin gerilya
Cara kedua, secara militer pemerintahan Indonesia mengambil langkah-langkah:
1. 22 Desember 1948 Kolonel AH Nasution, panglima tentara jawa mengumumkan berdirinya pemerintahan militer jawa
2. persiapan konsep baru di bidang militer sehingga Tentara Nasional Indonesia (TNI) leluasa menyerang Belanda, konsep baru tersebut adalah:
a. TNI menguasai Yogya yang sebelumnya dikosongkan untuk kemudian TNI bergerilya
b. Pasukan siliwangi kembali ke Jawa Barat
c. Brigade X (sepuluh) yang dipimpin Letnan Kolonel Slamet Riyadi dapat menguasai Kota Surakarta (Jawa Tengah) pada Agustus 1949
Di bidang Politik, negara boneka buatan Belanda menolak Agresi Militer Belanda. Berkat tekanan dari berbagai pihak seperti Indonesia, Amerika, dan PBB akhirnya Belanda menghentikan Agresinya.

1 komentar: